Rabu, 07 Maret 2012

Wastu Citra




astudioarchitect.com Ternyata bangunan punya citra sendiri-sendiri dan menyiratkan jiwa yang dimiliki pembuatnya. Semakin kita berkembang dalam membangun, semakin kita harus memperhatikan citra. Jangan sampai bangsa kita dicap punya keahlian dan keterampilan, tapi jiwanya kosong atau ngawur; itu tampak dari penampilannya, dari citranya (kutipan). Buku Wastu Citra merupakan salah satu buku yang 'wajib' dibaca oleh setiap arsitek di Indonesia, mengingat buku ini bisa memberikan wawasan arsitektur yang lebih 'Indonesia' dibandingkan buku-buku sejenis yang banyak mengungkapkan sejarah dan wacana arsitektur yang berasal dari barat. Y.B. Mangunwijaya 


Ketika saya kuliah, saya sangat menyukai membaca buku ini dalam format lamanya yang bersampul merah. Buku ini memberikan wawasan yang jernih tetnang arsitektur di seluruh dunia terutama karena buku ini membahas dari sudut pandang yang sangat Indonesia. Saat ini jarang muncul buku dengan pemahaman arsitektur yang sedalam ini. Berikut ini beberapa kutipan dari buku Wastu Citra:


Tiang kuil Mesir

Tiang Kuil India

Perhatikan tiang tiang pada gambar rekonstruksi istana Mesir Kuno. Apakah yang tampak mencolok? Tiang Mesir pada gambar tampak sangat sederhana walaupun garis garis alur melintang pad antara pucuk tiang dan balkok yang ditopangnya cukup memberi kesan hiasan. Bentuk bentuknya serba mengekang diri, stabil, teguh, tenang, tidak banyak cingcong. Bagaikan seorang pengawal raja, yang hanya tahu tugasnya yang pokok, tanpa dapat diselewengkan ke arah ulah yang bukan bukan. Tiang ini bagaikan tokoh wayang Bima (Werkudara) dalam hal keseluruhan wataknya, tidak kenal basa basi dan jujur apa adanya. Tiang ini juga dapat diibaratkan gaya tari atau gamelan Jawa Tengah, yang anggun seperti Arjuna sang jago perang yang sakti tetapi sanat tenang, penuh rasa pasti terhadap diri sendiri.

Sebaliknya, tiang India berkesan serba bergerak, penuh ukir ukiran penuh gairah, penuh nafsu haus ulah tinkah. Bahkan orang tidak mudah membedakan apakah ini unsur tiang yang bertugas pokok menopang balok atap, jadi harus kuat dan tguh, stabil dan tenang, ataukan unsur hiasan belaka yang tidak berfungsi memikul apapun. Tiang semacam ini lebih merupakan karangan bunga daripada unsur penopang yang harus kuat. Ia mirip pemuda yang masih bergelora darahnya dan berbuat hal-hal yang sulit diduga sebelumnya. Nafsu dan dinamikanya bagaikan gelombang-gelombang Lautan Selatan yang serba berubah bentuk.

Dinamikanya bagaikan penari dan gong Bali yang serba panas main mata dan mengibas-kibaskan raga dan kipas serba kontras, kian kemari antara gamelan yang ekstrem nyaring serba gerak cepat lalu tiba-tiba ekstrem lembut lamban; penuh kejutan-kejutan yang membuat darah mendidih. Tiang yang bercitra tenang stabil tadi seperasaan dengan tiang arsitektur Yunani gaya Dorik.

Dua watak gaya itu kita temukan dalam banyak wujud arsitektural di mana pun. Keduanya merupakan pola yang sma-sama manusiawi dan sah; dan dapat kita temukan didalam diri kita. Kedua pola itu dapat kita pilih, tergantung pada selera atau kecenderungan citarasa kita, ataupun kehendak situasi. gaya tari Jawa Tengah dan gaya tari Bali, keduanya saling melengkapi. Kita pun membutuhkan orang yang tenang dan stabil untuk kedudukan atau tugas tertentu; namun untuk tugas lain justru sebaliknya; dibutuhkan orang yang penuh gelora dan semagnat berapi-api. Demikian pula dalam pemilihan bentuk-bentuk karya wastu kita harus mempertimbangkannya masak-masak, pola mana yang kita pilih agar selaras dengan sasaran yang ingin kita capai atau yang ditugaskan kepada sang Sthapati.

________________________________________________
by Probo Hindarto
© Copyright 2011 astudio Indonesia.
All rights reserved.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan isi komentar Anda.
Sekarang, Anda juga bisa komentar melalui account facebook Anda (di boks komentar atas)

SILAHKAN CHATTING DENGAN ASISTEN ROBOT:

Maaf asisten masih dalam tahap pengembangan. Jadi tidak semua pertanyaan bisa dijawab. (ini merupakan chatbot)