Kutipan: Dapur
Untuk rumah barunya, klien saya--seorang socialite yang jarang absen dari majalah-majalah gaya hidup--minta "dapur bersih" yag luas dan lengkap dengan area makan kecil untuk enam orang, oven, kompor listrik berpermukaan rata, dishwasher, microwave, juicer, blender, mini wine cellar, keran air panas dan air dingin, kulkas dua pintu, dan lain-lain.
"Jangan ada yang ketinggalan," pesannya.
"Anda pasti pandai memasak," tuduh saya.
"Tidak," jawabnya.
Lho? Lalu, buat apa segala kitchen appliances dengan teknologi terbaru dan harga supermahal itu? "Kalau saya punya dapur yang bagus, saya akan belajar memasak."
Benar saja. Sebulan sesudah ia menempati rumah itu, si ibu belajar masak. Ia membayar seorang pensiunak chef hotel bintang lima menjadi gurunya. Sebulan berikutnya, ia sibuk mempraktekkan dan memamerkan keahlian barunya itu dengan mengundang teman-temannya--juga saya--makan siang di dapur bersihnya yang lapang dan nyaman. Dengan gagah berani dan bangga, ia melakukan demo masak solo dan menyuguhkan hasilnya dengan penyajian yang sangat elegan. Tanpa ragu, teman-temannya memuji keindahan dan kecanggihan dapurnya. Tak satu pun yang memuji masakannya yang, maaf-maaf saja, memang sulit ditelan.
Sebulan kemudian, si ibu akhirnya menyerah dan berhenti memasak. Dapur bersih itu tinggal sebagai tempat sarapan dan minum kopi atau teh saja. Sejak itu, kembali "dapur kotor" yang sehari dua kali beroperasi menyuplai makanan untuk seluruh penghuni rumah.
Dapur bersih dan dapur kotor memang fenomena ynik dalam tipologi rumah tinggal kelas menengah atas sejak akhir tahun delapan puluhan. Pemisahan tersebut tidak hanya membagi fungsi tetapi juga pengguna. Dapur bersih dibuat untuk empunya rumah. Selain berfungsi sebagai ruang makan informal, ia juga mengakomodasikan fungsi-fungsi sosial seperti bertukar gosip, mencoba resep bersama, menemani anak belajar, dan lain-lain. Sementara dapur kotor digunakan oleh pembantu rumah tangga untuk memasak makanan sehari-hari. Kadang-kadang juga area tinggal mereka--di mana mereka bisa menonton televisi dan bercegkerama--selain kamar tidur dan area kerja lain.
Kenapa disebut bersih dan kenapa kotor lebih disebabkan dari masakan yang dibuat disitu. Di dapur bersih biasanya nyonya memasak makanan Eropa yang menggunakan sedikit bumbu dengan tahapan yang tak banyak. Scrambled egg dan roti panggang, aglio olio dan segala pasta, greeek salad--juga aneka salad lainnya, adalah masakan yang dibuat di dapur bersih. Atau kue-kue kecil dengan wangi vanila dan kayu manis. Sementara, kita sama-sama tahu bahwa masakan Indonesia, yang sehari-hari sekali pun, cenderung menggunakan banyak bumbu dan bahan-bahan yang beraroma kuat. Cara masaknya juga cukup heboh dan menguras keringat. Sangat sulit memasak sayur asem, balado ikan asin, gepuk dan tetap terlihat cantik. Atau sambel terasi dan tetap wangi sesudahnya.
Untuk rumah barunya, klien saya--seorang socialite yang jarang absen dari majalah-majalah gaya hidup--minta "dapur bersih" yag luas dan lengkap dengan area makan kecil untuk enam orang, oven, kompor listrik berpermukaan rata, dishwasher, microwave, juicer, blender, mini wine cellar, keran air panas dan air dingin, kulkas dua pintu, dan lain-lain.
"Jangan ada yang ketinggalan," pesannya.
"Anda pasti pandai memasak," tuduh saya.
"Tidak," jawabnya.
Lho? Lalu, buat apa segala kitchen appliances dengan teknologi terbaru dan harga supermahal itu? "Kalau saya punya dapur yang bagus, saya akan belajar memasak."
Benar saja. Sebulan sesudah ia menempati rumah itu, si ibu belajar masak. Ia membayar seorang pensiunak chef hotel bintang lima menjadi gurunya. Sebulan berikutnya, ia sibuk mempraktekkan dan memamerkan keahlian barunya itu dengan mengundang teman-temannya--juga saya--makan siang di dapur bersihnya yang lapang dan nyaman. Dengan gagah berani dan bangga, ia melakukan demo masak solo dan menyuguhkan hasilnya dengan penyajian yang sangat elegan. Tanpa ragu, teman-temannya memuji keindahan dan kecanggihan dapurnya. Tak satu pun yang memuji masakannya yang, maaf-maaf saja, memang sulit ditelan.
Sebulan kemudian, si ibu akhirnya menyerah dan berhenti memasak. Dapur bersih itu tinggal sebagai tempat sarapan dan minum kopi atau teh saja. Sejak itu, kembali "dapur kotor" yang sehari dua kali beroperasi menyuplai makanan untuk seluruh penghuni rumah.
Dapur bersih dan dapur kotor memang fenomena ynik dalam tipologi rumah tinggal kelas menengah atas sejak akhir tahun delapan puluhan. Pemisahan tersebut tidak hanya membagi fungsi tetapi juga pengguna. Dapur bersih dibuat untuk empunya rumah. Selain berfungsi sebagai ruang makan informal, ia juga mengakomodasikan fungsi-fungsi sosial seperti bertukar gosip, mencoba resep bersama, menemani anak belajar, dan lain-lain. Sementara dapur kotor digunakan oleh pembantu rumah tangga untuk memasak makanan sehari-hari. Kadang-kadang juga area tinggal mereka--di mana mereka bisa menonton televisi dan bercegkerama--selain kamar tidur dan area kerja lain.
Kenapa disebut bersih dan kenapa kotor lebih disebabkan dari masakan yang dibuat disitu. Di dapur bersih biasanya nyonya memasak makanan Eropa yang menggunakan sedikit bumbu dengan tahapan yang tak banyak. Scrambled egg dan roti panggang, aglio olio dan segala pasta, greeek salad--juga aneka salad lainnya, adalah masakan yang dibuat di dapur bersih. Atau kue-kue kecil dengan wangi vanila dan kayu manis. Sementara, kita sama-sama tahu bahwa masakan Indonesia, yang sehari-hari sekali pun, cenderung menggunakan banyak bumbu dan bahan-bahan yang beraroma kuat. Cara masaknya juga cukup heboh dan menguras keringat. Sangat sulit memasak sayur asem, balado ikan asin, gepuk dan tetap terlihat cantik. Atau sambel terasi dan tetap wangi sesudahnya.
by Probo Hindarto
© Copyright 2012 astudio Indonesia.
All rights reserved.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan isi komentar Anda.
Sekarang, Anda juga bisa komentar melalui account facebook Anda (di boks komentar atas)