Rabu, 28 Mei 2014

[buku teori] Sejarah Arsitektur; Sebuah Pengantar oleh Setiadi Sopandi.




astudioarchitect.com Siapa yang sekarang membaca sejarah? Pentingkah untuk membaca sejarah? Membaca dalam arti menarik pelajaran dari masa lalu untuk masa kini dan masa depan. Belajar sejarah bukan berarti menghafal kejadian-kejadian, namun lebih kepada membaca fenomena dan menarik kesimpulan untuk arsitektur yang lebih baik. Barangkali ini yang hendak diantarkan oleh Setiadi Sopandi melalui buku 'Sejarah Arsitektur; Sebuah Pengantar'.




Buku ini merupakan buku sejarah yang tidak ditulis berdasarkan perjalanan waktu atau ketokohan, namun membahas lebih jauh kepada tipologi bangunan dan perkembangannya. Kita bisa membaca adanya 4 bagian arsitektur yaitu


  • Arsitektur gundukan dan tumpukan, semacam kubur, piramida, bentang alam, ruang dan puncak, stupa, candi dan sebagainya. 
  • Tiang dan Balok. Merupakan jenis arsitektur yang menggunakan konstruksi tiang dan balok seperti yang ada di Asia dan Austronesia banyak menggunakan jenis konstruksi ini. 
  • Busur dan Kubah, merupakan arsitektur yang mengandalkan pada kekuatan batu, bata atau massa, contohnya adalah bangunan-bangunan di Romawi, seperti colosseum dan gereja-gereja, serta masjid. 
  • Geometri dan teori. Ini merupakan masa dari berbagai teori yang beragam dan mempengaruhi arsitektur dari segi filsafat desain maupun hasil akhirnya. 











Berikut ini kutipan dari buku tersebut:
Sejauh ini sudah ada beberapa tulisan mengenai sejarah arsitektur maupun teori atau metode perancangan arsitektur yang dihasilkan didalam negeri, namun kebanyakan akhirnya menemui hambatan hambatan dalam menjembatani ranah wawaan dan pemahaman mahasiswa menuju ranah keterampilan yang diajarkan di studio perancangan arsitektur. Hal ini ditambah dengan pertanyaan-pertanyaan reflektif yang belum terpuaskan. Diantaranya mengenai apa peran dan hubungan praktik dan sejarah arsitektur yang ada di suatu tempat atau negara tertentu dengan wacana dari sejarah arsitektur di dunia. Bagaimana pengetahuan mengenai sejarah arsitektur di dunia memengaruhi dan dipengaruhi oleh berbagai gagasan dari praktik membangun disuatu tempat tertentu; bagaimana sebah gagasan arsitektural dipersepsikan sekelompok masyarakat tertentu namun berbeda bagi kelompok masyaraakt lain; bagaimana gagasan itu berkembang, menyebar, maupun dilupakan orang.

Kemungkinan lain adlah kegamangan posisi kajian sejarah dan teori arsitektur terhadap praktiknya. Adakalanya sejarah dan teori arsitektur belum dapat secara sempurna membedakan dirinya dari kajian sejarah dalam ilmu ilmu sosial budaya, dan mungkin masih dianggap sebagai sebuah cabang ilmu sejarah atau ilmu sosial budaya yang pada hakikatnya mencoba menelaah obyek arsitektur (bangunan, interior, kota lanskap) dari sudut pandang kontekstual (kondisi sosial, politik, budaya, ekonomi, estetika, geografi, topografi, klimatologi, dan lain lain) tanpa berusaha memosisikan diri kedalam peran perancang didalam konteks tersebut.

Kemungkinan lainnya adlah anggapan bahwa pendidikan perancangan (desain) adalah pendidikan yang melulu membahas isu isu kontemporer bahkan futuristik, sehingga konteks sejarah dianggap tidak lagi relevan. Seringkali topik teori bahkan diberikan secara terpisah tegas dengan topik sejarah sehingga mematikan hubungan dan relevansi kajian sejarah dengan aktivitas perancangan.

Bahkan selalu ada kecenderungan pengajar teori dan sejarah arsitektur tenggelam dalam suatu teori atau gagasan atau periode sejarah tertentu dan mengajarkannya seperti sebagai moralitas atau idealisme bagi perancangan. Kekaguman berlebihan pada suatu gagasan, lokalitas, ataupun arsitektur pada periode tertentu secara belebihan tentunya mengakibatkan sempitnya wawasan. Kekaguman berlebihan pada suatu obyek ataupun subyek menghilangkan daya kritis dan potensi pengetahuan didalamnya.

Hambatan hambatan semacam ini seringkali menghasilkan langkah yang tidak tepat sasaran menjadikan materi teori dan sejarah kembali sebagai gincu pendidikan arsitektur ataupun sebagai bahasa sandi penuh misteri yang tidak mudah dimengerti oleh kebanyakan mahasiswa maupun awam. Upaya menjembatani kesenjangan teori dan aktivitas perancangan juga dapat berujung pada salah kaprah dan semakin menambah kebingungan. Misalnya dengan menugasi mahasiswa menerapkan dan meramu langam arsitektur tertentu pada studio perancangan arsitektur tentunya semakin mengaburkan tujuan utama pengajaran teori dan sejarah arsitektur. Pendekatan formalistik dari penggunaan jargon jargon puitis tertentu misalnya dengan mengaplikasikan bentuk bentuk dan mengasosiasikannya dengan berbagai muatan simbolik pada karya karya perancangan - juga merupakan slah satu gejala yang lazim diloloskan begitu saja untuk dicerna oleh masyarakat luas.

Maka dari itu pendidikan perancangan arsitektur di Indonesia seyogyanya menempatkan kembali pengajaran teori dan sejarah pada posisinya yaitu menjadi dasar peletakan berbagai perangkat dan pandangan dasar sebagai bekal keterampilan analitis untuk terlibat dalam perancangan arsitektur. Pengajaran teori dan sejarah seyogyanya menampilkan dan menghasilkan model model atau kasus kasus lintas konteks sehingga kemudian mahasiswa diharapkan untuk merefleksikan berbagai model atau kasus tersebut dalam kasus kasus perancangan dan memiliki pilihan pilihan yang luas dan bernas.







______________________________
by Probo Hindarto
© Copyright 2014 astudio Indonesia.
All rights reserved.

SILAHKAN CHATTING DENGAN ASISTEN ROBOT:

Maaf asisten masih dalam tahap pengembangan. Jadi tidak semua pertanyaan bisa dijawab. (ini merupakan chatbot)