'Green Architecture' oleh Budi Pradono
Profesi arsitek saat ini sedang mengalami tekanan yang kuat untuk melakukan perubahan besar dalam metode merancang dan juga melakukan absorbsi teknologi yang cepat agar dapat menghasilkan rancangan yang kontemporer yang berorientasi pada Arsitektur Hijau (green architecture), yang lebih tanggap pada isu-isu lingkungan. Saat ini Best Practice selalu dikaitkan dengan etika arsitek dalam mengantisipasi pemanasan global, penghematan energy, dan pengelolaan lingkungan yang lebih bertanggung-jawab. (Budi Pradono)
Saat menjelaskan tentang green design, Budi Pradono menggunakan contoh-contoh dari desain yang ia hasilkan, baik yang menurutnya ‘green’ atau ‘tidak green’. Profesi arsitek dewasa ini menuntut kita untuk melihat ‘green’ sebagai kesatuan dalam desain bangunan, dimana sekarang ini banyak award khusus diberikan pada bangunan yang ‘green’ dengan berbagai kriteria.
‘Green’ dapat diinterpretasikan sebagai sustainable (berkelanjutan), earthfriendly (ramah lingkungan), dan high performance building (bangunan dengan performa sangat baik). Ukuran 'green' ditentukan oleh berbagai faktor, dimana terdapat peringkat yang merujuk pada kesadaran untuk menjadi lebih hijau. Di negara-negara maju terdapat award, pengurangan pajak, insentif yang diberikan pada bangunan-bangunan yang tergolong 'green'.
Yang sering menjadi pertanyaan adalah bagaimana mendesain sebuah bangunan yang 'green' sekaligus memiliki estetika bangunan yang baik? Karena bisa saja bangunan memiliki fasilitas yang mendukung konsep green, namun ternyata secara estetika terlihat kurang menarik. Dalam hal ini, peran arsitek menjadi penting. Standar bangunan yang 'green' juga bisa menuntut lebih banyak dana, karena fasilitas yang dibeli agar bangunan menjadi 'green' tidak murah, misalnya penggunaan photovoltaic (sel surya pembangkit listrik). Teknologi agar bangunan menjadi 'green' biasanya tidak murah.
Indikasi arsitektur disebut sebagai 'green' jika dikaitkan dengan praktek arsitektur antara lain penggunaan renewable resources (sumber-sumber yang dapat diperbaharui, passive-active solar photovoltaic (sel surya pembangkit listrik), teknik menggunakan tanaman untuk atap, taman tadah hujan, menggunakan kerikil yang dipadatkan untuk area perkerasan, dan sebagainya.
Konsep 'green' juga bisa diaplikasikan pada pengurangan penggunaan energi (misalnya energi listrik), low energy house dan zero energy building dengan memaksimalkan penutup bangunan (building envelope). Penggunaan energi terbarukan seperti energi matahari, air, biomass, dan pengolahan limbah menjadi energi juga patut diperhitungkan.
Arsitektur hijau tentunya lebih dari sekedar menanam rumput atau menambah tanaman lebih banyak di sebuah bangunan, tapi juga lebih luas dari itu, misalnya memberdayakan arsitektur atau bangunan agar lebih bermanfaat bagi lingkungan, menciptakan ruang-ruang publik baru, menciptakan alat pemberdayaan masyarakat, dan sebagainya.
Budi Pradono menjelaskan tentang konsep 'green' dalam rancangannya melalui contoh, misalnya pada rancangan Bloomberg Office, dimana diterapkan desain yang mendukung pencahayaan alami dapat bermanfaat untuk keseluruhan lantai kantor, penggunaan alat yang dapat mendeteksi cahaya alami untuk mengurangi penggunaan pencahayaan buatan, yang merupakan salah satu contoh efisiensi pencahayaan.
Pada 'K-house' yang dirancangnya untuk rumah mungil dengan 3 orang penghuni dan 5 ekor anjing, konsep arsitektur hijau diterapkan pada rancangan desain yang dibuat agar anjing-anjing tidak mudah lepas dan mengganggu tetangganya. Rumah ini mengetengahkan konsep rumah 'kandang' dengan jeruji-jeruji besinya, yang didesain dengan artistik sehingga menghilangkan kesan kandang dan menimbulkan artikulasi arsitektur baru dengan estetika yang unik.
Ahmett Salina Studio di Jakarta Selatan adalah salah satu rancangan dimana open space ditambahkan agar ruang hijau didepan bangunan lebih luas dan dapat digunakan bersama dengan tetangga-tetangganya. Rumah ini juga 'menggunakan dinding tetangga' untuk penghematan resource, serta memanfaatkan elemen bambu untuk secondary skin yang dapat menetralisir panas matahari.
AA house di Cipinang, Jakarta Timur dikonsep dengan keleluasaan ruang-ruang untuk saling overlap satu sama lainnya. Ruang tamu dan musholla dapat dibuka dan mencairkan ruang lebih luas. Roof garden dibuat pada tiap lantai hingga atapnya.
Dari konsep-konsep desain tersebut, terdapat upaya Budi Pradono untuk menghadirkan 'green design' dalam rancangan arsitekturnya, dimana letak 'green' pada tiap bangunan bisa berbeda sesuai dengan tuntutan dan kondisi yang ada.
Sumber: Materi seminar 'Good business with Green Design', yang diadakan oleh Majalah Bale, Universitas Brawijaya oleh Budi Pradono, yang termasuk dalam 57 arsitek Asia terinovatif dalam buku Young Asian Architects, DAAB, Stutgart Jerman, 2006, dan mendapat kesempatan untuk mempresentasikan karyanya dalam World Architecture Festival 22-24 October di Barcelona.
________________________________________________
by Probo Hindarto
© Copyright 2008 astudio Indonesia. All rights reserved.
Sebelumnya maaf bila komentar saya kurang berkenan, tapi saya kurang setuju kalau rumah "K-house" tersebt diatas disebut green, karena mustinya setiap rumah yang memiliki anjing biasanya memiliki pagar kan? Jadi sudah biasa kalau rumah ada anjingnya ya ada pagarnya.
BalasHapusJadi saya kurang bisa melihat letak 'green'nya dimana.
Demikian pula kalau konsep ruang bisa dibuka tutup untuk memperluas ruang lainnya itu juga dimana letak 'green'nya?
Saya lebih beranggapan kalau konsep 'green' itu berkaitan dengan hal-hal yang memiliki nilai terhadap sumber energi, atau inovasi dalam menggunakan material atau semacam itu. Misalnya bisa mengurangi AC, dll.
Peace
K
@ K
BalasHapusTerimakasih sudah memberikan komentar.
Saya dalam hal ini tidak mewakili mas Budi Pradono untuk menjawab komentar Anda, tapi disini saya menggunakan logika sederhana saya.
menurut saya kita tidak bisa memberi penilaian (judgment) bahwa sebuah desain itu tidak 'green' hanya karena konsep itu sudah umum.
Bila kita lihat, hal-hal atau konsep yang biasa kita lihat di arsitektur vernakular kita juga banyak yang 'green' tanpa kita sadari, karena sudah umum bukan?
Misalnya penggunaan plafon dibawah atap yang mengurangi radiasi panas matahari, menggunakan pupuk kandang untuk menyuburkan tanaman, dan sebagainya.
Jadi letak permasalahannya bukan apakah desain itu sudah umum atau tidak, tapi konsep sederhana yang bisa dinaikkan nilainya agar menjadi 'green'.
green menurut saya kok lebih kepada " attitude" sebagai kebiasaan bukan instan.
BalasHapusPola pikir yg green lbh utama dibanding seakan2 green sednag kita masih pake listrik berlebihan ac sampai 2 pk,,rumah ketutup semua dsb,,
cuma sekedar opini saja pak terima kasih
atmoko
apa c yg sbenarnya arsitektur hijau dan bagaimana penjelasan konsepnya?
BalasHapusMas, ijin ngelink ke artikel ini ya...! :)
BalasHapus