astudioarchitect.com [pustaka arsitektur] Wae Robo adalah satu-satunya kampung adat tradisional yang masih tersisa di ketiga kabupaten Manggarai, yang keasliannya masih tertata rapi oleh warga setempat. Andaikata Wae Robo juga tidak terplihara, selesailah sudah sejarah rumah adat Manggarai. puji Tuhan, warga Wae Rebo masih hidup menurut adat dan budaya yang diwariskan oleh leluhur perdananya, Maro. - Kutipan buku "Pesan dari Wae Rebo: kelahiran kembali arsitektur Nusantara sebuah pelajaran dari masa lalu untuk masa depan", yang dieditori oleh Yori Antar, Varani Kosasih dan Paskalis Khrisno Ayudiantoro.
Kutipan: Untuk mencapai Wae Rebo, pengunjung harus melintasi kawasan hutan yang masih terawat dan belum pernah dinodai masyarakat setempat. Kicauan burung burung turut mengiringi langkah para pengunjung, seolah olah menyambut kedatangan mereka. Siulan burung Pachycephala yang amat merdu mampu memeprlambat langkah para pengunjung karena mereka terpesona oleh suara indah itu. Leluhur Wae Rebo mewariskan tujuh buah rumah adat. Tiga rumah diantaranya sudah punah dimakan usia dan kini tinggal empat rumah yang masih berdiri kukuh. Rumah rumah yang sudah hilang itu tidak dapat dibangun kembali karena terbentur masalah finansial. Keterbatasan ekonomi masyarakat sungguh menghambat pemugaran rumah adat yang sarat dengan ritual adat itu. Masyarakat Wae Rebo sangat membutuhkan campur tangan para donatur untuk emngeksiskan kembali tiga buah rumah adat Wae Rebo yang sudah lenyap.
Yayasan T**** U**** dari Jakarta telah memberikan contoh yang sangat baik dengan menyumbangkan dana untuk membangun sebuah rumah tradisional Wae Rebo, menggantikan salah satu rumah yang sudah rusak total. Pengerjaan rumah ini tetap dilaksanakan oleh warga Wae Rebo sendiri sehinga keasliannya terjamin dan mereka dapat melakukan ritual adat.
Rumah adat Wae Rebo lebih dikenal dengan sebutan mbaru niang (rumah bundar berbentuk kerucut). Mbaru naing terdiri atas lima tingkat, yang masing masing mempunyai fungsi sendiri. Tingkat pertama adalah lutur (tenda), yang akan ditempati masyarakat. Tingkat kedua adalah lobo (loteng), yang berfungsi untuk menyimpan bahan makanan dan barang barang lainnya. Tingkat ketiga adalah lentar, untuk menyimpan benih benih seperti jagung, padi dan kacang kacangan. Tingkat keempat adlah lempa rae, sebagai tempat stok makanan.
Yayasan T**** U**** dari Jakarta telah memberikan contoh yang sangat baik dengan menyumbangkan dana untuk membangun sebuah rumah tradisional Wae Rebo, menggantikan salah satu rumah yang sudah rusak total. Pengerjaan rumah ini tetap dilaksanakan oleh warga Wae Rebo sendiri sehinga keasliannya terjamin dan mereka dapat melakukan ritual adat.
Rumah adat Wae Rebo lebih dikenal dengan sebutan mbaru niang (rumah bundar berbentuk kerucut). Mbaru naing terdiri atas lima tingkat, yang masing masing mempunyai fungsi sendiri. Tingkat pertama adalah lutur (tenda), yang akan ditempati masyarakat. Tingkat kedua adalah lobo (loteng), yang berfungsi untuk menyimpan bahan makanan dan barang barang lainnya. Tingkat ketiga adalah lentar, untuk menyimpan benih benih seperti jagung, padi dan kacang kacangan. Tingkat keempat adlah lempa rae, sebagai tempat stok makanan.
by Probo Hindarto
© Copyright 2011 astudio Indonesia.
All rights reserved.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan isi komentar Anda.
Sekarang, Anda juga bisa komentar melalui account facebook Anda (di boks komentar atas)