Foto detail jendela dengan kaca patri Desain FL Wright Foto oleh Mikeyexists on Flickr, CC lisence |
Salah satu bagian rumah rancangan Frank Lloyd Wright: Robbie House
Picture by Lorena Fernandez on Flickr, used under CC lisence
Namun Wright yang selalu ingin lebih maju dari masanya berpendapat bahwa fungsi harus dibarengi dengan estetika, dimana estetika ini menjadi jiwa dari sebuah ruang arsitektur. Terutama setelah mengamati arsitektur di Jepang yang pada saat itu merupakan salah satu inspirasi dari arsitektur modern, Wright memahami bahwa satu bangunan adalah kesatuan yang utuh dari bentukan paling besar hingga detail terkecilnya. Satu bangunan besar dengan estetika yang baik harus didukung oleh detail yang selaras, menjadi kesatuan dalam karya seni. Bila sebuah bangunan dari bentuk terbesarnya baik tapi saat dilihat detailnya memiliki estetika yang tidak selaras, maka masing-masing bagian itu tidak bisa menyatu dan berdiri sendiri-sendiri, dalam arti keseluruhan bangunan tidak menjadi satu kesatuan karya seni.
View Larger Map Anda bisa menavigasikan gambar diatas, gerakkan kursor mouse Anda
Prinsip keselarasan itu yang membuat bangunan FL Wright terlihat konsisten dari bentuk terbesar hingga ke bentuk terkecilnya. Penggunaan geometri yang selaras membuahkan bangunan dengan detail ornamentasi yang selaras dengan konsep keseluruhannya. Konsistensi itu membuahkan karya yang selaras, tapi juga bisa diprediksi (sayangnya), dalam hal ini pengetahuan tentang material baru dan batas potensi penggunaan material dalam sistem konstruksi adalah ‘cutting edge’ atau inovasi dalam desain FL Wright.
Karena itu Wright cenderung untuk memperhatikan detail dan potensi material, dimana ia banyak melakukan eksperimen dengan material baru untuk tetap melampaui masanya. Barangkali saat ini semua teknologi yang digunakan Wright dalam karyanya bisa kita pahami tapi saat itu boleh jadi bagi Wright adalah eksperimen yang selalu mendahului masanya. Tak heran bila banyak bangunan yang didesain FL Wright harus mengalami kerusakan, atap bocor, dak beton yang turun/ tidak kuat, dan sebagainya. Dalam hal ini Wright mengakui bahwa ia memang ingin mengetahui bagaimana material bisa didorong hingga potensi tertingginya untuk mencapai arsitektur yang diinginkannya. Keadaan ini seringkali menimbulkan kritik atas karya-karya Wright.
Salah satu keunggulan dari arsitektur Wright adalah caranya mengoptimalkan material dengan craftmanship / pertukangan jenius dimana material yang hadir dengan cara biasa bisa didesain dengan cara luar biasa. Dengan cara ini arsitektur bisa hadir menjadi sesuatu yang lebih. Meskipun dipandang sebagai karya-karya fenomenal, karya FL Wright seringkali tidak hadir dalam skala atau kondisi arsitektur yang ‘monumental’, tapi dibuat dengan skala manusiawi dengan kelebihan bahwa arsitektur ini bisa disentuh, diraba, dilihat, dan didengar dalam skala manusia. Coba bandingkan dengan arsitektur monumental seperti desain Guggenheim Bilbao karya Frank Gehry, kita harus mengetahui konteks keseluruhan bangunan untuk mendapatkan ‘sense of aesthetic’ nya, tapi karya FL Wright merupakan karya yang indah dari sisi skala yang sangat humanistic, hal ini selaras dengan ‘Le Modulor’ nya LeCorbusier.
LeModulor oleh LeCorbusier, skala manusia menentukan tingkat kenyamanan bangunan, bila bangunan memperhatikan skala manusia dalam arti tidak terlalu besar atau kecil untuk manusia, serta ergonomis maka biasanya merupakan desain yang nyaman dipakai seperti baju (dewasa ini bangunan-bangunan banyak yang tidak selaras dengan prinsip ini)
Bangunan-bangunan FL Wright:
Falling water, pandangan dari arah sungai.
Foto oleh Rob Williams, CC lisence
Foto oleh Rob Williams, CC lisence
Foto oleh Steve Minor, CC lisence
Detail arsitektur Frank Lloyd Wright:
Detail ornamentasi bangunan FL Wright, terlihat keindahan dalam bagian terkecilnya.
Foto oleh ClarkMaxwell, CC lisence.
Detail dinding berbahan semen (beton), meskipun homogen tapi terlihat berbeda bila pengerjaan (craftmanship) dibuat halus, penuh cita rasa seni dan presisi.
Foto oleh: Ken McCown, CC lisence
Foto oleh ChigagoGeek, CC lisence
Interior Design Frank Lloyd Wright
Meyer May Home interior design.
Foto oleh Michael Reed, CC lisence
Foto oleh Michael Reed, CC lisence
Jangan lupakan arsitek Indonesia dalam cara pandang atau metode merancang seperti in (dalam beberapa aspek), banyak arsitek Indonesia yang kita kenal barangkali memiliki metode yang sama barangkali karena model arsitektur yang digunakan (hingga saat saya menulis ini, setidaknya ;) Bukan berarti saya mengatakan bahwa kita bisa mencontoh cara mendesain/ cara pandang arsitektur, tapi metode yang sama mungkin berlaku bagi beberapa arsitek, dengan hasil yang tentu saja sangat berbeda. Cara pandang terhadap arsitektur FL Wright ini bisa kita coba telaah sebagai metode dalam mendesain namun bukan berarti merupakan satu-satunya cara terbaik. Dalam artikel-artikel selanjutnya saya akan mencoba mengupas metode mendesain dari berbagai arsitek lain.
_______________________________________________
by Probo Hindarto
© Copyright 2010 astudio Indonesia.
All rights reserved.
_______________________________________________
by Probo Hindarto
© Copyright 2010 astudio Indonesia.
All rights reserved.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan isi komentar Anda.
Sekarang, Anda juga bisa komentar melalui account facebook Anda (di boks komentar atas)